Selasa, Januari 28, 2020

Apa yang paling membahagiakan?Angan kah.

Sebuah naskah utuh dengan prolog sempurna aku persembahkan kepada seseorang diujung jalan sana. Matanya menatap tajam. Memandang sebuah kebisuan yang kupelihara dan entah kenapa tidak mampu untuk aku utarakan.
Frasa-frasa telah aku susun sedemikian rupa. Seperti seorang bocah bengis yang sedang merencanakan sesuatu demi mendapatkan apa yang jadi keinginannya. 
Bolehkah sesekali aku egois?
Hey..kemarilah, aku punya mahkota untuk menyempurnakan kepalamu. Mahkota yang aku bentuk dari sebuah kepingan pahit, dari kerasnya omong kosong berjudul pengorbanan. Pakailah mahkota ini. Jadilah penguasa. Jadilah ratu. Atau jadilah semuanya sekaligus.
Taklukkan semua yang kamu lihat dengan mahkota itu. Injak pundakku, dan jangan menunduk agar mahkota itu tetap berada diposisi yang pas...
Tapi tunggu..! Tatapan itu..? senyuman itu..? Aneh sekali.
Matanya tercermin sebuah cinta. Hening suaranya diterjemahkan menjadi ribuan dialog-dialog kiasan yang mungkin tidak terdengar namun mampu aku rasakan.
Bibir mungilnya mulai tersenyum. Tangan nya mulai bergerak, hujan turun, aku berbalik arah.. untuk kemudian di suatu pagi yang cerah, kita duduk sendirian, lalu menyadari, bahwa kita memang sama-sama bodoh waktu itu.



Yogyakarta, 28-01-2020

Rabu, Januari 08, 2020

Nyatanya aku belum berdamai dengan diriku sendiri.

Berdamai dengan orang yang nyebelin, pernah. Berdamai dengan orang yang mengganggap musuh atau sebaliknya, pernah. Berdamai dengan orang-orang yang masuk dalam daftar ‘orang yang menyayangi’, juga pernah. Berdamai dengan masa lalu, berdamai dengan rasa sakit, berdamai dengan penyakit, semuanya juga pernah.
Lalu, apa yang paling sulit dari semuanya? Berdamai dengan diri sendiri. Ternyata rasanya menyakitkan. Karena sulit dan tidak mudah sama sekali. Dan saat aku berada di titik tidak bisa memaafkan, aku mulai menyalahkan diri sendiri atas ketidaksempurnaanku. While I know that, tidak ada manusia yang sempurna. Aku juga merasa menjadi orang yang punya lebih banyak kekurangan dibanding orang lain. Seolah-olah aku orang yang paling tahu ada berapa banyak jumlah kekurangan di setiap masing-masing orang. Dan kelamaan, aku bisa membenci diri sendiri.
Ikhlas dan pasrah. Adalah dua hal yang paling sulit kulakukan. Dan setiap aku sedang akan belajar ikhlas dan pasrah, aku melibatkan Tuhan. Karena aku merasa tak sanggup. Tapi saat ada tangan Tuhan yang ikut membantuku untuk ikhlas dan sabar, rasanya jadi lebih ringan. Dan saat ini, aku sedang berada di titik mencoba berdamai dengan diri sendiri. Untuk apa? Membuang segala hal yang negatif yang di otakku, membuat diriku lebih tenang, dan melihat diriku apa adanya. Hingga saat aku bercermin, aku melihat seorang manusia yang memang biasa berbuat salah dan punya banyak kekurangan. Biar aku gak naif.
Kenapa damai menjadi sebuah kata yang sulit? Memaafkan menjadi sebuah kata yang bermakna berat? Karena aku memang belum bisa benar-benar berdamai dengan diri sendiri. Tapi percayalah, bahwa aku akan terus belajar. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk diriku sendiri. Karena bahagia itu kan kita yang ciptakan. Tapi memang aku tak mau menggantungkan bahagiaku di tempat yang salah. Dan tak mau jauh-jauh mencari. Karena memang bahagia itu ada di diriku sendiri.
Lalu jika aku tak bisa berdamai dengan diri sendiri, bagaimana caranya aku bahagia? Bagaimana caranya aku menikmati hidup? Dan bagaimana caranya aku bisa menerima diriku apa adanya. Selain mencoba untuk berdamai, aku juga mencoba untuk selalu berdoa pada Tuhan. Tidak harus selalu menengadahkan tangan, tapi setidaknya Tuhan tahu apa maksudku dan Tuhan melihat usahaku dalam belajar.
Belajar menerima diri sendiri dan belajar menghapus masa lalu.



Yogyakarta, 08-01-2020

Skenario terbaik-Nya

Sering kali manusia di penuhi rasa kesal juga kecewa, saat harapan tak selaras dengan kenyataan. Namun, inilah kehidupan ... Banyak misteri ...